Indonesia adalah sebuah negara tropis yang
kaya akan sumber daya alam. Melimpah ruahnya sumber daya alam Indonesia
sudah sangat terkenal sejak zaman dulu. Penjajahan yang terjadi di tanah
air tercinta ini pun awalnya adalah perebutan akan potensi sumber daya
alam ini.
Secara alami, kehidupan ini memang merupakan
hubungan yang terjadi timbal balik antara sumber daya manusia dan
sumber daya alam (baik yang dapat diperbaharui atau pun tidak). Hubungan
timbal balik tersebut pada akhirnya adalah penentu laju pembangunan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan perkembangan pembangunan
adalah lingkungan sosial (jumlah, kepadatan, persebaran, dan kualitas
penduduk), dan pengaruh kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik,
teknologi, dan sebagainya.
Sekian lama terkenalnya Indonesia sebagai
negara subur makmur dengan kondisi alam yang sangat mendukung ditambah
pula dengan potensi sumber daya mineral yang juga ternyata sangat
melimpah ruah, ternyata Indonesia sampai saat ini hanya bisa menjadi
negara berkembang, bukan negara maju. Banyak faktor yang kemudian
menyebabkan Indonesia tidak kunjung menjadi negara maju. Salah satunya
adalah pengelolaan negara yang tidak profesional termasuk dalam hal
pengelolaan potensi alam.
Bicara tentang potensi alam, erat kaitannya
dengan manajemen eksplorasi dan manajemen pemberdayaan lingkungan
hidupnya. Ekplorasi sumber daya alam maupun mineral seharusnya dapat
pula diimbangi dengan menjaga kualitas lingkungan sekitar agar tetap
terjaga seimbang. Hal ini penting agar kejadian-kejadian berupa bencana
alam maupun pencemaran lingkungan dapat diminimalisir.
Pasal 28H Undang-Undang Dasar Tahun 1945
mengamanatkan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak
asasi setiap warga negara Indonesia. Artinya bahwa menjaga lingkungan
hidup agar tetap baik dan sehat adalah sebuah kewajiban karena merupakan
bagian dari hak asasi setiap warga negara Indonesia. Realitanya?
Indonesia menjadi negara dengan laju deforestasi
tercepat di seluruh dunia. Setiap menit area hutan setara dengan luas
lima lapangan sepak bola dihancurkan sebagian besar untuk dijadikan
perkebunan kelapa sawit dan pulp and paper, atau rata-rata 1,8 juta
hektar hutan per tahun. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai
Negara penghasil emisi gas rumah kaca ketiga terbesar di dunia setelah
China dan Amerika Serikat.
Selain pembalakan liar di hutan-hutan
Indonesia, kejahatan berupa pengrusakan alam juga terjadi pada
bidang-bidang pertambangan. Pertambangan yang tidak berwawasan
lingkungan bisa dengan mudah kita temui. Liat saja pertambangan batu
bara, timah, minyak bumi dan emas, hampir semua kawasan tersebut
akhirnya menjadi daerah dengan lingkungan yang rusak dan cemaran yang
sulit ditanggulangi.
Pengrusakan lingkungan juga dilakukan oleh
banyak masyarakat kita yang pada akhirnya juga mempengaruhi kualitas
lingkungan sekitar. Buang sampah sembarangan, penggunaan bahan-bahan
pestisida dan banyak lagi juga menyebabkan degradasi kualitas lingkungan
semakin menjadi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam
berbagai forum internasional menyatakan, Indonesia bertekad mengurangi
emisi 26 persen tahun 2020 dengan upaya sendiri dan 41 persen apabila
mendapat dukungan dari negara lain. Sebanyak 14 persen dari 26 persen
itu berasal dari sektor kehutanan . Tetapi hingga saat ini belum ada aksi atau kebijakan nyata untuk mewujudkan komitmen itu.
Presiden sebagai penanggung jawab
pengelolaan negara seharusnya bisa dengan cepat mengambil
langkah-langkah kongkret untuk menanggulangi segala bentuk pengrusakan
lingkungan hidup. Aturan-aturan yang mendukung seharusnya segera
ditegakan tanpa pandang bulu. Kalau perlu bentuk pula satgas mafia
lingkungan hidup untuk mendukung penuntasan masalah-masalah yang ada.
Aturan yang ada juga seharusnya berkaitan dengan pengaturan perilaku
masyarakat. Masalah-masalah lingkungan hidup ini terkesan menjadi
rahasia umum, banyak masalah, ada aturan namun minim tindakan.
Andai saja ke depan hal seperti ini terus
berlanjut, bukan tidak mungkin isu lingkungan menjadi isu sensitif yang
dapat pula dibawa ke ranah politik. Dalam politik apapun bisa terjadi.
Menggulingkan presiden atas dasar pelanggaran terhadap amanat dan
penegakan undang-undang yang ada tentu bukan hal yang tidak mungkin
terjadi.
Terakhir, melihat fakta-fakta di atas,
terlalu naif kiranya jika hanya melimpahkan tanggung jawab menjaga
kualitas lingkungan hidup hanya kepada pemerintah. Oleh karena itu, mari
kita bersama-sama untuk dapat pula menjaga lingkungan hidup sekitar
kita mulai dengan mengerjakan hal-hal terkecil. Hal tersebut pasti akan
sangat berdampak besar pada keseimbangan lingkungan hidup dan pencegahan
terjadinya pencemaran maupun bencana alam yang lebih parah lagi.
Kenapa kita sulit menjaga lingkungan hidup kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar